SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBANGAN
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA
Keberadaan Polisi Pamong
Praja dimulai pada era Kolonial sejak VOC menduduki Batavia di bawah
pimpinan Gubernur Jenderal PIETER BOTH, bahwa kebutuhan
memelihara ketentraman dan ketertiban penduduk sangat diperlukan karena pada
waktu itu Kota Batavia sedang mendapat serangan secara sporadis baik dari
pendduduk lokal maupun tentara Inggris sehingga terjadi peningkatan terhadap
gangguan ketenteraman dan keamanan. Untuk menyikapi hal tersebut maka
dibentuklah BAILLUW, semacam Polisi yang merangkap Jaksa dan Hakim yang
bertugas menangani perselisihan hukum yang terjadi antara VOC dengan warga
serta menjaga ketertiban dan ketenteraman warga.
Kemudian
pada masa kepemimpinan RAAFFLES, dikembangkanlah BAILLUW
dengan dibentuk Satuan lainnya yang disebut BESTURRS POLITIE atau Polisi
Pamong Praja yang bertugas membantu Pemerintah di Tingkat Kawedanan yang
bertugas menjaga ketertiban dan ketenteraman serta keamanan warga. Menjelang
akhir era Kolonial khususnya pada masa pendudukan Jepang Organisasi Polisi
Pamong Praja mengalami perubahan besar dan dalam prakteknya menjadi tidak
jelas, dimana secara struktural Satuan Kepolisian dan peran dan fungsinya
bercampur baur dengan Kemiliteran.
Pada masa kemerdekaan
tepatnya sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Polisi Pamong Praja
tetap menjadi bagian Organisasi dari Kepolisian karena belum ada Dasar Hukum
yang mendukung Keberadaan Polisi Pamong Praja sampai dengan diterbitkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1948.
Secara
definitif Satuan Polisi Pamong Praja mengalami beberapa kali pergantian nama dan
penambahan tugas pokok dan fungsi serta kelembagaan yang disesuaikan dengan
kebutuhan di era Otonomi Daerah, adapun secara rinci perubahan nama, dan
perkembangan tugas pokok fungsi serta kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1948 pada
tanggal 30 Oktober 1948 didirikanlah Detasemen
Polisi Pamong Praja Keamanan Kapanewon yang pada tanggal 10 Nopember 1948 diubah
namanya menjadi Detasemen
Polisi Pamong Praja.
2. Tanggal 3 Maret 1950 berdasarkan Keputusan Mendagri No.UP.32/2/21 disebut
dengan nama Kesatuan Polisi Pamong Praja.
3.
Pada Tahun 1962 sesuai dengan Peraturan Menteri
Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah No. 10 Tahun 1962 nama Kesatuan Polisi Pamong Praja diubah
menjadi Pagar Baya.
4.
Berdasarkan Surat Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah No.1 Tahun
1963 nama Pagar Baya diubah menjadi Kesatuan Pagar Praja.
5.
Setelah diterbitkannnya UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah, maka Kesatuan
Pagar Praja diubah menjadi Polisi
Pamong Praja, sebagai Perangkat Daerah.
6.
Dengan Diterbitkannya UU No.22 Tahun 1999 nama Polisi Pamong Praja diubah
kembali dengan nama Satuan Polisi Pamong
Praja, sebagai Perangkat Daerah.
7.
Diterbitkannya UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, lebih
memperkuat keberadaan Satuan Polisi
Pamong Praja sebagi Perangkat Daerah dalam membantu Kepala Daerah dalam
menegakkan Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan Ketertiban umum dan
Ketenteraman Masyarakat.
8.
Ditindaklanjuti dengan PP No.6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong
Praja yang semula tugas pokok dan fungsi adalah menegakkan Peraturan Daerah dan
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat ditambah dengan Fungsi
Perlindungan Masyarakat. Dan dalam penjelasannya tugas perlindungan masyarakat merupakan bagian dari fungsi penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, dengan demikian fungsi perlindungan
masyarakat yang selama ini berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah bidang Kesatuan
Bangsa dan Perlindungan Masyarakat menjadi fungsi Satpol PP.
9.
Terakhir, kelembagaan Satpol PP dipertegas sejak tanggal 13 September
2011 dengan diterbitkannya Permendagri No.40 Tahun 2011 tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Satpol PP di tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota se Indonesia serta Permendagri
No.41 Tahun 2011 tentang Pedoman Struktur Organisasi dan Tata Kerja
(SOTK) Satpol PP khusus untuk Provinsi DKI Jakarta.
Selain itu, seiring dengan perkembangan era Otonomi Daerah, kelembagaan
Satpol PP diperluas hingga ke tingkat Kecamatan, dimana pada kecamatan dibentuk
Unit Pelaksana Satpol PP Kabupaten/Kota. UPT Satpol PP Kabupaten/Kota di Kecamatan
dipimpin oleh Kepala Satuan yang secara ex-officio
dijabat oleh Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum pada Kecamatan. Kasie
Tramtib Kecamatan yang secara ex-officio
sebagai Kasatpol PP tingkat kecamatan secara Teknis Administratif
bertanggungjawab kepada Camat dan secara Teknis Operasional bertanggungjawab
kepada KASATPOL PP Kabupaten/Kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar